Aku hanya ingin menyusun ulang kata-kata yang urung diucapkan oleh Yusuf kepada Zulaikha.

Ichsan Afriadi

Mencintai Wanita yang Baik

"Aku lihat, kau sekarang teduh sekali. Selalu tillawah di senggang waktu, tahajud tak pernah lepas, dan masjid kini menjadi rumah bagi shalat fardhu-mu. Padahal, sebulan lalu masih kulihat kau sangat durja. Pakaianmu pun tak mencerminkan muslim yang baik. Ada apa sebenarnya?"

Pertanyaanku di atas membuka percakapan ketika sang purnama datang menghiasi malam, daun-daun menari lembut, ada sisa embun di pucuknya, dan jatuh tepat di mulut kupu-kupu yang sudah khidmat menantinya di bawah. Senyumnya bersahaja mendengar pertanyaanku dan raut wajah tampak datar. Dulu, jangankan mengajukan pertanyaan seperti itu, tanya sudah mandi apa belum saja suaranya memekik keras. Tapi kali ini ia tampak lebih bersahaja, wajahnya seolah tersusun dari ketenangan air wudhu.

"Aku memutuskan untuk hijrah bukan lantaran hanya untuk diriku sendiri. Andai subuhku selalu jama' dengan dzuhur, tak pernah sehari pun kutunaikan tahajud, dan keburukanku lebih besar daripada kebaikan yang kupunya. Aku takut bila perangai ini akan menular pada keturunanku. Yang aku gusarkankan bukanlah diri sendiri, tapi anak-cucuku kelak akan menirunya. Benar takdir tak bisa diubah, namun nasib insya Allah sanggup diasah.”

Bibirnya kini kelu, matanya mulai berkaca-kaca. Aku bergeming menunggu ia melanjutkan. Kutahu, selama bersahabat empat tahun dengannya, baru malam ini ia menampakkan keseriusan.

"Kau tahu, aku mencintai wanita yang dalam keyakinanku ia baik. Tuhan sendiri yang berucap kalau wanita yang baik hanya untuk lelaki yang baik. Begitu pun sebaliknya. Apa jangan-jangan perpisahan setahun yang lalu adalah isyarat kalau diri ini teramat buruk? Katakanlah demikian, itu sebabnya, semisal aku hanya punya tabungan tujuh puluh ribu rupiah namun hati ingin membeli mutiara seharga satu juta. Maka jalan satu-satunya, aku harus berkerja mencari uang setara dengan harga mutiara itu agar diriku bisa menebusnya.”

Lantunan tillawah dari masjid seberang terdengar sayup-mayup, larut dengan tutur katanya. Ia hampir menangis entah karena suara dari qori di masjid itu atau karena memang benar-benar sedang menghayati suasana. Ia melanjutkan setelah agak beberapa lama matanya menatap begitu dalam.

"Maka jika demikian, kini aku mulai serius bekerja; yaitu melakukan amal baik apapun yang aku bisa, termasuk tak henti berdoa, agar pahalaku semakin banyak, sehingga dengan itu- semoga saja, Tuhan sebagai pemilik hati wanita itu memberikannya kepadaku lantaran amalku tersebut sebagai penebusannya."

Aku terhentak mendengar jawaban yang ia curah. Cinta telah memberikan kekuatan pada ruhnya untuk menggerakkan seluruh sendi demi mendapatkan perempuan. Kini aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Lalu seberapa tinggi nilai kebaikan wanita itu agar bisa ditebus? Sampai berapa lama kau akan mengais amal untuk menebus kebaikannya?"

"Entahlah, intinya aku terus berbuat kebaikan sampai kebaikanku setara dengan kebaikannya. Sebab Allah Azza wa Jalla pesan begitu; kalau ingin memilikinya, dia perempuan baik, jika kini aku sudah dianggap baik olehmu namun belum bisa mendapatkannya, berarti kebaikanku masih berada di bawah amal baiknya dan untuk itu aku akan terus mengejar agar antara kebaikanku dan kebaikannya setara sehingga sesuai firman Tuhan, bahwa aku sampai pada golongan orang baik yang berhak mendapatkan perempuan yang baik."

Ia menghela nafas perlahan. Matanya sesaat terpejam, lalu begitu terbuka tatap matanya seolah menelusuri sudut-sudut langit. Di kedalaman matanya tampak jelas sisa-sisa kepasrahan. Selang diam beberapa detik, ia melanjutkan.

"Kalau selama ini ternyata nanti dia menerima hati yang lain, berarti saat itulah aku akan paham hakikat cinta dan bahwa cinta itu artinya merasa bahagia ketika melihat dia bahagia. Kalau aku sedih melihatnya kelak menikah dengan yang lain, berarti selama ini Cinta yang aku kenal adalah palsu dan ketahuilah hidupku sia-sia sejak saat itu. Bukankah tujuan mencintai itu agar orang yang kita cintai bisa bahagia?"

Kini aku terdiam. Tak lagi ada ucapan di antara kami yang kini sedang berselimut dinginnya malam, sesaat tutur suaranya sudah terganti oleh desir angin yang desau menyisir dedaunan.

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ

Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik (pula).
{An-Nur 24:26}

0 comments: